Di mataku, kamu adalah setoples kekaguman,
penghantar senyuman, roda inspirasi, dan peta kebahagiaan yang melebur dalam
satu rasa yang nampaknya masih begitu rahasia. Saya belum ingin mengintrogasi
hati, karena masih ingin jadi pemerhati dari tirai tersembunyi. Melakoni peran
sesosok yang memiliki perasaan diam-diam. Mengoleksi segala gerak-gerikmu yang
selalu menyentil kornea ini. Dibalik ketidaktahuanku tentangmu, saya ingin ada
di tengah-tengah pusat pencarianmu. Saya ingin ada disitu sampai kamus kepalaku
penuh dengan semua tentangmu. Saya pun bingung, mengapa hati lebih dulu mengagumi
padahal tak tahu ini itu tentangmu.
Segala sesuatu tentangmu di dunia yang jauh
daripada nyata, seakan mampu menghibur dengan tidak biasa. Lalu secara bertahap
rasa kagum hadir dengan cara yang sama. Bagaimana bisa ada rasa yang bertumbuh,
sebelum tatap mata bertemu lebih jauh? Diam-diam saya mencari tahu tentang kamu,
di antara kabar-kabar yang tersebar dengan lebih jitu. Diam-diam saya
mengharapkan adanya sebuah temu, meski sepertinya tampak ganjil. Diam-diam kamu
mengganggu di bagian hati yang paling kecil.
Yang kuinginkan, ini hanya sementara. Sebab
untuk selamanya, kuinginkan kita telah bersama, saling mencipta berbagai bentuk
gembira. Yang kuangankan, menjadi alasanmu menggapai bahagia. Sebab kamu telah
lebih dahulu menjadi pembawa sukacita, bahkan sebelum kita menjadi nyata.
Betapa ajaib sebuah rasa hingga mampu meletupkan jutaan asa di dalam dada.
Sementara tentangmu saja aku masih belum tahu apa-apa. Seperti berjalan dalam
gelap, namun aku tahu ke mana kaki harus melangkah. Sebab hadirmu dalam hati,
sudah menjadi penerang arah.
Pada setiap kagum, ada pergerakan detak yang
saling berdentum. Tanpa harus sering-sering temu kuhitung, namamu tersebar
layaknya reklame di tiap sudut relung. Pada suatu detik, saya ingin naik ke
suatu panggung untuk mengenalimu lebih dari sekedar melihat saat berbalik
punggung. Tapi di detik yang lain, beraniku belum cukup usia untuk menampakkan
apa yang sebenarnya kurasa. Entah mana yang lebih baik, berada disini selamanya
tanpa kau tahu apa-apa atau memberitahumu secepatnya tentang apa yang menganjal
dada? Atau lebih baik berada di antara, tunggu semesta yang menjadi pengantara?
Di balik tundukkan kepala untuk meredam
segala debaran yang kurasa, ada kecil harapan supaya kita bisa saling kenal di
waktu yang sesungguhnya. Di balik kagum yang diam-diam masih kusemai, ada
keinginan supaya rasaku padamu akan sampai. Semesta belum mengizinkan, pun saya
mungkin belum siap untuk dihadiahi sebuah pertemuan. Semisal nanti kita
dipertemukan di pertengahan jalan, entah akan dengan cara apa bahagia mampu
untuk kuungkapkan. Mungkinkah itu kamu, yang akan melengkapiku menjadi kita?
Mungkinkah itu kamu, yang akan menjadi kuala dari segala debar dalam dada?
Meski belum menjadi siapa-siapa, bukan berarti saya tak pernah ingin kita saling
menyapa. Setiap kamu melintas, ada pandanganku yang tak mau lepas. Setiap kamu
tersenyum, ada dadaku berdentum.
uhuk uhuk >__<
BalasHapusIin butuh permen ? :D
Hapus